
Pada pembahasan sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah sarana interaksi dan komunikasi antara Allah dan hamba-Nya, dan kali ini kita akan membahas tentang dimensi-dimensi komunikasi dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi jawaban-jawaban dari Allah yang menggunakan dimensi-dimensi kemanusiaan, kekinian, dan keduniawian agar mudah dipelajari, dipahami, diamalkan dan dipertahanan terus eksistensinya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dimensi adalah ukuran yang berupa panjang, lebar, tinggi, luas, volume, dll. Salah satu elemen dari dimensi ini adalah bentuk. Jadi yang dimaksud di sini dengan dimensi komunikasi al-Qur’an adalah bentuk komunikasi al-Qur’an. Salah satu dimensi komunikasi Alquran adalah “hiwar Qur’ani”.
Hiwar Qur’ani
Secara etimologis, hiwar (dialog) berasal dari bahasa yang mengandung arti al-rad (jawaban) dan al-muhawaroh (tanya jawab, percakapan atau dialog).
Sedangkan secara terminologis, “Hiwar Qur’ani” dapat diartikan sebagai dialog yaitu percakapan silih berganti atau percakapan antara dua pihak atau lebih, yang dilakukan melalui tanya jawab, di mana pokok pembicaraan dan tujuan yang ingin dicapai berupa sebuah kesatuan.
Dalam Al-Qur’an banyak kita temukan ayat-ayat dialog termasuk Hiwar antara Allah dan makhluk-Nya, yang berisi petunjuk dan jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW tentang perbedaan umat beragama dan umat Islam.
Hal ini senada dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 219 yaitu : “Mereka menanyakan kepadamu {Muhammad} tentang khamar dan judi. katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu {tentang} apa yang {harus} mereka infakkan. katakanlah, kelebihan {dari apa yang diperlukan}. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan.”
Rasulullah SAW telah menjadikan dialog sebagai bentuk pedoman dalam mempraktekkan metode pendidikan dan pengajaran beliau, dengan demikian jelas bahwa beliau sangat menyukai penyampaian ajaran islam melalui dialog, seperti dinyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.
“Dalam satu riwayat disebutkan bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW duduk bersama para sahabat lalu Rasulullah bersabda : Bertanyalah kepadaku dan mereka enggan bertanya. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki kemudian laki-laki itu bertanya : Wahai Muhammad, apa iman itu? kemudian Rasulullah menjawab : engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, dan hari kebangkitan.Kemudian ia bertanya lagi apa islam itu? Rasulullah menjawab : engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, engkau mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji. laki-laki itu berkata : engkau benar! ia terus bertanya tentang ihsan dan tanda kiamat. setelah Rasulullah menjawab semua pertanyaan laki-laki itu, kemudian laki-laki itu berdiri dan meninggalkan khalayak. Kemudian Rasulullah bersabda : orang itu adalah malaikat jibril dia hendak mengajarimu tentang urusan agamamu karna kamu tidak ada yang bertanya {HR. Ibnu Majah}.”
Dari hadits di atas jelas bahwa dialog merupakan cara yang efektif dan menyenangkan dalam menyampaikan suatu pesan dan dialog mudah di pahami oleh lawan bicara karena bahasa yang biasanya digunakan cukup gamblang dan mudah dimengerti. metode hiwar {dialog} jika diimplementasikan dalam kontek pendidikan dan pengajaran disekolah akan sangat membantu siswa untuk mudah memahami materi sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat.
Macam-macam hiwar Qur’ani
1. Hiwar khitabi/Ta’abbudi
Dalam Hiwar Khitabi terdapat seruan-seruan Allah kepada hamba-hamba-Nya sehingga hubungan antara seruan Allah dengan tanggapan seorang mukmin itulah yang melahirkan sebuah dialog. Sebagai contoh Firman Allah yang diawali dengan kalimat “Wahai orang-orang yang beriman…”, sehingga menggugah perasaan orang mukmin untuk memperhatikan apa tujuan Allah memanggilnya dan melahirkan sifat tunduk dan taat seiring tersanjungnya dirinya karena telah dipanggil dengan nama yang disenangi.
Sama halnya anak kecil ataupun orang dewasa tatkala dipanggil dengan nama kesayangan akan terbesit dalam hatinya sikap hormat kepada yang memanggil.
Hal sama juga terjadi ketika seorang hamba berdo’a kepada Allah dan memanggil-Nya dengan asma’ al-husna-Nya maka, do’a akan cepat terkabulkan. karena termasuk dalam ilmu komunikasi, salah satu cara agar yang kita panggil segera memenuhi kebutuhan atau ajakan kita adalah dengan mengambil simpatinya.
2. Hiwar Washfi (Dialog Deskriptif)
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam berkata bahwa Hiwar Washfi digambarkan secara jelas situasi orang yang sedang berdialog. Dengan hiwar ini tercipta suatu situasi psikis yang dihayati bersama secara real oleh mereka yang terlibat dialog.
Sebagaimana contoh al-Qur’an mendeskripsikan tentang psikis ahli neraka dan ahli surga dengan imajinasi yang rinci sehingga pendengar dialog seolah-olah ikut merasakan psikis ahli surga dan ahli neraka. Hiwar Washfi juga dapat memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan ketuhanan.
3. Hiwar Qishashi (Dialog Naratif)
Hiwar ini terdapat dalam sebuah kisah, baik bentuk maupun rangkaian ceritanya yang sangat jelas, hiwar yang merupakan unsur dan uslub kisah dalam al-Qur’an. Hiwar ini dapat di terapkan dalam menjelaskan materi akhlak dan akidah untuk memberikan contoh yang memperkuat pesan yang terkandung. Hiwar ini juga dapat menanam perasaan cinta kepada Allah dan nabi-Nya karena telah mengetahui kisah-kisah para nabi melalui al-Qur’an.
4. Hiwar Jadali (Dialog Argumentatif)
Hiwar jadali merupakan diskusi atau perdebatan yang bertujuan untuk memantapkan hujjah kepada lawan bicara. Dalam hiwar ini, logika akan berjalan beriringan dengan perasaan yang lebih dominan sebab masih menggunakan unsur istifham.
Hiwar ini mendidik seseorang untuk menggunakan pikiran yang sehat, menegakkan kebenaran dengan menggunakan hujjah yang kuat. Hiwar ini sudah teraplikasikan dalam pendidikan seperti perdebatan ilmiah.
5. Hiwar Tamtsili (Dialog Analogi)
Dalam al-Qur’an terdapat hiwar yang menggunakan metode tanya jawab. Menurut kaidah dasar, bahwa setiap jawaban harus sesuai dengan pertanyaan. Meskipun demikian, dalam al-Qur’an terdapat beberapa jawaban yang tidak sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Ketetapan ini yang kemudian disebut oleh imam al-sakkaki sebagai al-uslub al-hakim {gaya bahasa yang bijak}.
Seperti dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 189 : “Mereka bertanya kepadamu {Muhammad} tentang bulan sabit . Katakanlah, “itu adalah {penunjuk} waktu bagi manusia dan {ibadah} haji.”….. Ayat tersebut mempertanyakan tentang hilal (bulan sabit), mengapa pada awalnya tampak kecil seperti benang, lalu sedikit demi sedikit bertambah besar sehingga menjadi sempurna {purnama} setelah itu, sedikit demi sedikit berkurang dan akhirnya kembali seperti semula.
Meskipun demikian, Allah Swt memberi jawaban dengan mengungkapkan hikmah fenomena bulan sabit itu, tidak seperti yang mereka tanyakan (hakikat bulan). Hal itu dimaksudkan untuk memberi peringatan bahwa yang paling baik untuk ditanyakan adalah hikmah adanya bulan, bukan seperti apa yang mereka pertanyakan (hakikat bulan).
Dampak Hiwar Qur’ani
Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara juga bagi pendengar pembicaraan. Ini disebabkan beberapa hal, yaitu:
Pertama, dialog itu berlangsung secara dinamis karena kedua belah pihak terlibat langsung dalam pembicaraan, tidak membosankan. Kedua pihak saling memperhatikan. Jika tidak memperhatikan tentu tidak dapat mengikuti jalan pikiran pihak lain.
Kebenaran atau kesalahan masing-masing dapat diketahui dan direspon saat itu juga. Topic-topik baru seringkali ditemukan dalam pembicaraan seperti itu. Cara kerja metode ini seperti diskusi bebas.
Kedua, pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu, karena ia ingin tahu kesimpulannya. Diikuti dengan penuh perhatian, tidak bosan dan tetap semangat.
Ketiga, metode ini dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
Keempat, bila hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak tuntunan Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat, akan mempengaruhi peserta, sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan sebagainya.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi al-Qur’an dalam dimensi hiwar Qur’ani sangat efektif dalam kontek pendidikan dan pengajaran di sekolah karena hiwar merupakan jembatan yang dapat menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain dengan mudah. Dan menjadi suatu metode pengajaran yang sangat di sukai oleh Rasulullah SAW pada para sahabat dalam menyampaikan ajaran islam.