
Tidak dipungkiri, bahwasannya agama Islam adalah agama yang paling komprehensif dan ini diakui oleh para pemeluknya, begitupun musuh-musuhnya. Kita sebagai seorang muslim lebih-lebih seorang penuntut ilmu paham betul bagaimana Islam mengatur kehidupan seseorang secara detail, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok yang Allah utus kepada seluruh manusia di muka bumi, sebagai contoh yang paling sempurna dalam segala aspek kehidupan.
Dalam mengenal syariat Islam dan hukum-hukumnya, kaum muslimin berpegang pada prinsip dan dalil-dalil yang mereka jadikan landasan pengetahuan tentang hukum-hukum yang terkait dengan peristiwa, dan itu setidaknya berasal dari empat sumber yang disepakati oleh para ulama: al-Qur’an, hadist-hadist Rasul, ijma’ dan qiyas.
Setelah empat sumber tersebut, muncul istilah “Maqoshid Syari’ah” pada abad ke-4 Hijriah, sebagai bentuk perkembangan pensyari’atan Islam. Muhammad Thohir Ibnu ‘Asyur adalah salah satu tokoh penting dalam ilmu maqoshid syari’ah ini. Salah satu karya tulisnya yang sampai saat ini banyak dipelajari oleh seluruh muslim di penjuru dunia adalah “Maqoshid Asy-Syari’ah”. Beliau menjelaskan tujuan dari ilmu maqoshid itu sendiri untuk lima hal ; hifzhu ad-din (memelihara agama), hifzhu an-nafs (memelihara nyawa), hifzhu al-‘aql (memelihara akal), hifzhu an-nasl (memelihara keteturunan) dan hifzhu al-maal (memelihara harta).
Dari paragraf di atas kita ketahui, bahwa agama adalah kondimen terpenting yang harus dijaga. Ibnu ‘Asyur menempatkan hifzhu ad-din sebagai tujuan utama dalam ilmu maqoshid syari’ah. Akan tetapi banyak kita dapati orang-orang yang lebih mengedepankan tujuan memperbanyak harta yang diselimuti dengan istilah hifzhu al-maal demi menuruti hawa nafsu sendiri. Banyak dari orang-orang yang mempelajari ilmu maqoshid syari’ah ini dan menjadikannya sebagai tameng hawa nafsu mereka, yang seakan-akan itu adalah bagian dari Islam padahal tidak.
Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ كانَ لاِبْنِ آدَمَ وادِيانِ مِن مالٍ لابْتَغَى وادِيًا ثالِثًا، ولا يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إلَّا التُّرابُ، ويَتُوبُ اللَّهُ علَى مَن تابَ
“Andai manusia memiliki dua lembah berisi harta, maka ia masih ingin (memiliki harta kekayaan) lembah ketiga. Sekali-kali (ambisi untuk memiliki harta kekayaan) tak akan bisa memenuhi mulut manusia kecuali tanah (kematian). Dan Allah menerima taubat bagi seseorang yang bertaubat.” HR. Al-Bukhari, no. 6436 dan Muslim, no. 1048
Dari hadist di atas dapat disimpulkan, kalau tujuan seseorang adalah dunia, maka tentu tidak akan pernah ada habisnya. Dunia bagaikan bayangan yang tidak akan pernah bisa digapai.
Sungguh sangat miris, di era yang modern ini banyak manusia yang menjadikan ke modern-an ini sebagai alasan hawa nafsu, sampai timbul istilah “الحداثة شهوة في لباس االعلم” yang artinya modernitas hanyalah hawa nafsu berkedok ilmu. Tentu istilah ini muncul karena kurangnya pemahaman mereka yang menjadikan agama sebagai tameng hawa nafsu mereka.
Sangat penting bagi kita untuk memahami agama secara keseluruhan dan menjadikannya sebagai pedoman hidup yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, serta tidak menjadikan agama sebagai tameng modernitas yang justru menyalahi nilai-nilai syariat Islam. Dan perlu kita pahami bahwa pemikiran-pemikiran baru yang menyalahi syariat Islam merupakan bentuk kesalahan yang murni dan didasari oleh hawa nafsu semata.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi manusia yang mengaku sebagai seorang muslim untuk menyaring kembali pemikiran-pemikiran yang berkedok agama tetapi tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam yang sebenarnya.
Rasulullah SAW bersabda :
تركتُ فيكم أَمْرَيْنِ لن تَضِلُّوا ما تَمَسَّكْتُمْ بهما : كتابَ اللهِ وسُنَّةَ نبيِّهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ
Artinya : “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, barangsiapa yang berpegang teguh dengan keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya: 1. Kitabullah (al-Qur’an), 2. Sunnah Nabi SAW.
Dengan Kembali kepada apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW, maka kita tidak akan tersesat di dunia dan akhirat.