Tak sedikit ulama yang meyakini bahwa malam ke 27 di bulan Ramadan adalah lailatulqadar, khususnya ulama yang bermazhab Maliki. Merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab dan Muawiyah bin Abi Sufyan, oleh karena itu mayoritas masyarakat muslim di beberapa negara Timur Tengah menyambutnya dengan memakmurkan malam Ramadan ke 27 sambil menanti hadiah terbesar yaitu lailatulqadar. Salah satu negara yang meyakini hal tersebut adalah Tunisia. Negara yang terkenal dengan julukan al-Khadra ini memiliki adat dan kebiasaan khusus dalam merayakan malam Ramadan ke 27. Berikut beberapa tradisi dan kegiatan yang diadakan oleh masyarakat ketika menyambut malam Ramadan ke 27,
- Al-Ihtifaal Al-Diiniyyah (Perayaan Keagamaan)

Disebut dengan al-Ihtifaal al-Diniyyah dikarenakan pada malam Ramadan ke 27, masjid-masjid besar akan mengadakan khataman dalam tarawih mereka, yang dihadiri ratusan bahkan ribuan orang jamaah yang membeludak. Tak hanya memenuhi ruangan masjid, namun meluber sampai halaman, khususnya di Masjid Agung Zaitunah di kota Tunis. Pada malam tersebut masyarakat berbondong-bondong untuk melaksanakan salat isya, salat tarawih lalu dilanjutkan dengan salat witir. Bahkan tak jarang sebagian dari mereka yang hadir menunggu hingga salat subuh berjamaah.
Iktikaf menjadi ibadah utama pada malam itu, mereka menghabiskan waktunya dengan berbagai ibadah, seperti salat sunnah, berzikir dan mengkhatamkan tadarus al-quran demi mendapatkan malam yang lebih baik ketimbang seribu bulan tersebut.
Tak hanya Masjid Agung Zaitunah saja yang dihadiri masyarakat hingga membeludak pada malam tersebut, Masjid Agung Uqbah bin Naafi’ yang berada di kota Kairouan pun demikian. Bahkan penduduk dari beberapa penjuru kota sampai ribuan hingga puluhan ribu yang datang hanya untuk meramaikan Masjid Agung Uqbah bin Naafi’.
2. Al-Mausim

Bulan Ramadan di Tunisia adalah ajang untuk mempererat silaturahmi antar keluarga. Hampir setiap hari mereka berbuka puasa bersama keluarga dengan makanan khas mereka, seperti kuskusi, brik, maqrudh, syurbah, zlabiyah, mkharik dan lain-lain. Tak hanya itu, kegiatan unik lainnya adalah banyak sekali para lelaki Tunisia memilih bulan Ramadan sebagai waktu yang terbaik untuk melakukan khitbah, yakni meminang seorang wanita untuk dijadikan pasangan hidup. Al-Mausim adalah salah satu adat penduduk Tunisia, yaitu ketika tiba malam Ramadan ke 27 sang khatiib (calon pengantin laki-laki) memberikan hadiah seserahan yang telah disepakati antar keluarga kepada khatiibah (calon pengantin perempuan), seperti perlengkapan rumah, baju, perhiasan dan lain-lain.
3. Khitan Berjamaah
Salah satu tradisi di malam Ramadan ke 27 adalah mengkhitan anak-anak, khususnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan yang membutuhkan. Kegiatan tersebut diorganisir oleh Jam’iyyah Khairiyyah ( Yayasan Amal ) atau keluarga yang kaya raya. Anak-anak yang dikhitan menggunakan barnus, yaitu jubah tradisional Tunisia, yang dipadukan dengan syaasyiyah yakni peci khas Tunisia yang berwarna merah.

Setelah itu, diadakan perayaan sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia dengan diiringi tabuhan rebana dan lantunan-lantunan musik religi, seperti syair dan solawat. Salah satu lagu yang wajib ada dalam acara ini yaitu “Thahhir Yaa al-Muthahhir”, dan tak lupa pula senandung zagharid yaitu siulan khas wanita Arab yang menggambarkan kegembiraan atas acara tersebut. Terdapat pula peci yang diletakan didepan anak-anak itu sebagai wadah untuk mengumpulkan uang pemberian dari para tamu undangan yang hadir.
Salah satu hikmah dari acara ini agar anak-anak yang kurang mampu dapat merasakan kebahagian dan kenikmatan yang biasanya dirasakan oleh anak-anak yang berasal dari keluarga kaya raya.
4. Al-Qasmiyyah

pada hari Ramadhan ke 26 beberapa penduduk Tunisia yang bermukim didaerah pedesaan memotong seekor domba lalu dibagikan ke kerabat mereka. Daging domba yang telah dibagikan itu mereka gunakan untuk memasak hidangan makanan khas mereka yaitu kuskusi yang nantinya akan disajikan untuk berbuka puasa yang bertepatan pada malam Ramadan ke 27. Tetapi, tradisi ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat seiring berjalannya zaman.
5. Memasak Kuskusi

Kuskusi adalah salah satu jenis makanan tradisional di Tunisia yang terbuat dari gandum yang dipecahkan, bentuknya seperti buliran kecil dan menyerupai tepung semolina. Proses pembuatannya yaitu diaduk-aduk dengan minyak zaitun lalu dikukus seperti nasi. Kuskusi yang telah matang disajikan di atas piring dari tanah liat yang berukuran jumbo dengan kuah yang terbuat dari pasta tomat dan sedikit pasta cabe yang biasa disebut harissa, serta rebusan daging, sayuran seperti kentang, wortel, bawang merah dan cabe hijau besar.
Makanan ini biasa disajikan pada acara-acara besar, salah satunya yaitu malam Ramadan ke 27. Kuskusi yang mereka masak untuk hidangan berbuka puasa bersama keluarga, serta dibagi-bagikan ke tetangga-tetangga. Tradisi seperti ini sebagai bentuk toleransi, kerukunan dan saling mencintai antar mereka.
Terdapat mitos yang diyakini oleh beberapa penduduk di provinsi Gafsa tepatnya di kota Sened, bahwa konon arwah keluarga mereka yang sudah meninggal akan datang pada malam tersebut. Sehingga mereka menyajikan sepiring kecil kuskusi dengan daging lalu diberi tanda dengan salah satu nama anggota keluarga mereka yang sudah meninggal. Mitos ini merupakan hasil dari pemahaman yang salah terhadap penafsiran surah al-Qadar, Allahu a’lam bi al-Shawab.
Itulah beberapa tradisi masyarakat Tunisia di malam Ramadan ke 27, guna mensyukuri dan mengharapkan keberkahan, rahmat serta maghfirah-Nya pada malam tersebut.