Ole777

OLE777 Login

PPI TUNISIA

Hasil Ujian Yang Menyeramkan

Hasil Ujian Yang Menyeramkan

Oleh : Nofal Aditia Saputra

Benarkah, menunggu hasil ujian menyeramkan?

Apakah ketakutan para pelajar menunggu hasil ujian seperti manusia yang mau di cabut ruh dari jasad?

Arah jarum jam menujukkan pukul 08.00 pagi, waktunya aku persiapan berangkat ke sekolah. Seperti biasa, sebelum berangkat harus berpamitan sama Ibu. Dia adalah Ibuku Siti Afridah, ia sangat sabar dan tegas dalam mendidik anak-anaknya.

Tiba-tiba teman sekolah memanggil dan mengajak untuk berangkat ke sekolah bareng. “Yaa, tunggu bentar pamitan dulu ke Ibu” ucapku.

Aku langsung bergegas ke kamar Ibu dan berpamitan. “Bu, Aku ke sekolah dulu ya” Ujarku sambil cium tangan.

“Yaa Nak, hati-hati di jalan, belajar Yang rajin ya…” Jawab sang Ibu.

Aku dan teman-teman langsung berangkat ke sekolah,

Kami adalah siswa kelas 6 SD Pulogadung 05 pagi, Jakarta. Tibanya di sekolah, kami langsung bersiap-siap untuk menghadapi ujian Nasional. Ujian yang dapat menentukan  masa depan kami.

Ketika di dalam ruangan hampir semua murid merasakan keteganggan dan kepanikan yang dahsyat. Karena para Guru sangat ketat dalam mengontrol dan mengawasi pelaksaan ujian nasional. Bahkan, ada salah satu murid yang pingsan di kelas dan tidak bisa mengikuti ujian tersebut.

Ujian nasional pun selesai. Akhirnya, perasaan lega dan senang nampak dalam wajah kami. Aku pun senang ujian telah selesai. Dan kami bisa bermain bersama kembali, Kami pun bergegas ke lapangan untuk bermain sepak bola bersama. Azan Maghrib berbunyi, kami langsung pulang ke rumah masing-masing karena takut orang tua marah.

Keesokan harinya pengumuman hasil ujian nasional pun tiba, perasaan dan pikiranku mulai campur-aduk dan takut. Tiba-tiba tak ada angin, tak ada hujan sang Ibu menanyakan hasil ujian. “Lohhh. Ko Ibu tau, sekarang pembagian nilai ujian nasional,” ucapku sambil bertanya dalam hati.

“Nak, bagaimana nilai ujiannya?”. Ujar Ibuku sambil dengan nada tegas.

Aku semakin gelisah, takut dan khawatir akan nilai ujian nasional jelek dan dapat mengecewakan perasaan Ibu. Sebelum melihat nilai ujian, aku putuskan untuk melihat nilai ujian teman dekatku di sekolah. Mereka adalah Asep, Udin dan Ucok.

Langsung Aku hampiri ke rumah mereka satu persatu. “Sep, gimana nilai ujiannya?”. Ucapku dengan sedikit perasaan gelisah.

“Alhamdulillah fal, nilai ujian nasional saya 28.23 dan mau daftar di SMP 74 Negeri Jakarta”. Jawabnya dengan hati bahagia.

Perasaan sedikit bahagia dan senang karena Asep mendapat nilai bagus dan saya sedikit khawatir akan nilai ujian yang masih secret.

“Kemudian, saya menanyakan nilai ujian kepada Udin, Din, bagaimana nilai ujian nasional kamu?”. Tanyaku.

“Alhamdulillah Fal, lumayan cukuplah buat beli Oncom.” ujar Udin dengan leluconnya.

Memang Udin di sekolah terkenal dengan humoris, dia sangat pandai dalam menciptakan suasana sekolah riuh. Di samping humorisnya, ia juga pintar dan rajin dalam belajar. Bahkan, ketika guru memberikan PR kepada kita, ia tidak pernah alpha mengerjakannya.

Sejujurnya, nilai ujian nasional saya Fal 25.50 dan niatan mau lanjut di SMP 91 Negeri Jakarta. “Bantu doanya yaa.” Ucap Udin.

“Semoga diterima dan dimudahkan,” jawabku.

“Terima kasih Fal atas doanya. Kalo kamu gimana nilai ujiannya?” balas Udin. 

Sebelum Udin menyelesaikan pertanyaannya, aku bergegas lari pulang ke rumah.

“nanti aku kabari lagi.” Ucapku sambil berlari.

Setelah bertanya kepada kedua temanku, Asep dan Udin. Keberanian pun muncul, aku segera mengambil rapot ujian dan membukanya sambil melantukan bacaan Bismillah. Perlahan aku membuka isi rapot ujian itu dan akhirnya..

“Alhamdulillah.. aku lulus dan mendapat nilai terbaik.”

 Aku segera bergegas ke kamar Ibu, untuk memberitahunya. “Bu, ini nilai ujian nasionalku.” Ucapku.

“Masya Allah nak, Alhamdulillah.. kamu lulus dan dapat nilai bagus.” Ujar Ibu sambil nangis bahagia.

Dan Ibu pun memeluk diriku dengan membisikan “Nak, makasih ya, sudah jadi anak yang pintar dan saleh untuk Ibu.” Ucap Ibu dengan bahagia.

“Terima kasih juga Ibu atas segala dedikasi dan kasih sayang Ibu kepadaku.” Ujar diriku sambil sedih.

Akhirnya, perjuanganku dan teman-teman dalam belajar membuahkan hasil yang manis. Kami hampir setiap malam belajar bersama untuk mempersiapkan ujian nasional. Karena ingin mewujudkan harapan dan cita-cita kami. Teringat perkataan Imam Syafi’i, “jika kamu tak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan lelahnya kebodohan.”

Oleh karena itu, tak ada keberhasilan tanpa jerih payah. Dan jadilah pelajar yang jujur dalam menghadapi ujian, karena pada hakikatnya kehormatan manusia terdapat pada kejujurannya.

Drama Aku dan Ibu menghabiskan waktu hingga 10 menit. Yahh, itulah IbuKu kalo udah dikasih ruang ngomong melebihi ceramahnya Mama Dede. Tak dipungkiri, memang Ibu kalo di rumah sering mendengar dan melihat ceramah Mama Dede di Indosiar. Bahkan, salah satu tetangga ada yang memanggil Ibuku Ustadzah.

Aku harus cepat memberitahu Ibu akan sekolah SMP nanti. “Bu, Nofal mau sekolah SMP 99 negeri Jakarta.” ucapku.

“Ya nak, kamu boleh sekolah dimana saja, asalkan rajin belajar.” jawab Ibu dengan lemah lembut.

“Yaa, makasih yaa Bu, doakan Nofal terus, semoga jadi anak yang pintar dan bisa membanggakan Ibu.” Jawabku dengan penuh harapan.

Sesegera mungkin, aku harus cepat mendaftar dan mempersiapkan berkas-berkas untuk bisa sekolah ke SMP 99 Negeri Jakarta. Sekolah itu merupakan sekolah impianku sejak dulu. Karena selain mendapat beasiswa, di sana juga bagus dalam bidang akademik dan non akademik.

Pendaftaran sekolah tersebut pun tiba, aku langsung bergegas mendaftarkan diri melalui media online dan mempersiapkan kembali berkas-berkasnya. Beberapa hari kemudian, pengumuman Murid baru di sekolah SMP 99 Negeri Jakarta muncul. Dan Alhamdulillah, Nofal Aditia Saputra tercantum dalam pengumuman itu dan Aku bisa sekolah di sini.

Bersambung…

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *